EMPATPAGI.COM- Beberapa tahun belakangan marak beberapa remaja Indonesia menyuarakan tentang pernikahan dini, mereka menganggap bahwa pernikahan dini dapat mencegah para remaja dari hawa nafsu yang semakin menggebu-gebu sehingga dapat berujung kepada sex bebas. Padahal dampak dari pernikahan dini sendiri sangatlah banyak, dari mulai sisi psikologis dan finansial yang unstable, pemikiran yang masih belum dewasa, dan minimnya rasa tanggung jawab didalam berkeluarga, yang tentunya dapat berdampak pada perceraian dini juga. Karena pada dasarnya remaja masih ingin mencoba sesuatu yang baru dan remaja masih ingin memiliki kehidupan yang bebas.
Persentase Pernikahan Dini di Indonesia Sangat Tinggi

Menurut World Health Organization (WHO) remaja digolongkan sebagai masyarakat yang berusia antara 10-19 tahun. Sementara menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 menyebutkan, remaja adalah masyarakat dengan rentang usia 10 tahun sampai berusia 18 tahun. Awal mula keinginan remaja untuk melakukan pernikahan dini tentunya dengan menjalankan suatu relationship yang dikenal sebagai berpacaran, pacaran menjadi gerbang utama menuju perilaku seksual remaja, dengan berpacaran remaja memiliki suatu hubungan yang romantis yang dianggap spesial dan nantinya mengharap dibawa ke pelaminan.
Dilansir dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak di Indonesia, terdapat sekitar lebih dari 20% masyarakat Indonesia yang menikahkan anak dalam usia muda, yang dimana usia ini adalah kelompok dibawah usia 20 tahun, persentase ini sangat lah tinggi. Bahkan disaat pandemi seperti ini Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga da Lingkungan, Ronika Kurniadi mengungkapkan kalau pernikahan dini pada saat pandemi semakin banyak jumlahnya, tercatat saat ini sudah ada 24 ribu yang memohon untuk dispensasi kawin.
Faktor-faktor terjadinya pernikahan dini pada remaja

Pernikahan merupakan hubungan yang didasarkan oleh komitmen dari kedua pasangan demi mengarungi samudera kehidupan. Pernikahan layaknya bangunan yang membutuhkan pondasi yang kokoh, pondasi-pondasi tersebut harus dibangun lewat langkah dan persiapan yang matang dari kedua calon mempelai. Sementara pernikahan dini diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan oleh kedua mempelai yang secara faktor fisiologis ataupun biologis yang masih belum memiliki kesiapan yang baik, selain itu faktor psikologisnya maupun emosinya yang masih unstable.
Namun, terkadang pernikahan dini bukan hanya karena faktor “suka sama suka”, ada faktor lain yang dapat menyebabkan adanya pernikahan dini yaitu:
I. Latar Belakang Keluarga dan Budaya

Mungkin kita tidak jarang melihat saudara, teman, maupun kenalan kita yang masih berada di linfkungan pedesaan melakukan pernikahan dini, ini dilakukan karena masih jauhnya lingkungan pedesaan dari jangkauan pendidikan. Terutama pada remaja perempuan yang hidup di tanah jawa, biasanya ada atau tidaknya pernikahan terjadi atas kehendak orang tua si perempuan, juga dikarenakan dalam budaya jawa menganggap jika seorang perempuan sudah masuk ke usia “baligh”harus segera dinikahkan apabila tidak segera dinikahkan lingkungan sekitar akan menyebutnya sebagai “perawan tua.”
II. Married by Accident
Atau bisa disebut sebagai Kejebolan, maksud “kejebolan”disini adalah, frasa apabila seorang pemain sepak bola “menjebol”gawang lawannya. Situasi tersebut juga semakin sering terjadi pada remaja di era saat ini, dalam Kompas, 5 April 2002 didapatkan 48% remaja yang memiliki status berpacaran, kemudian remaja yang meraba daerah sensitif dari lawan jenis terdapat 28% dan yang telah melakukan petting maupun hubungan seksual 20%. Jumlah ini tidak sedikit apalagi saat itu tahun 2002 yang masih belum masuk ke era digital seperti saat ini.
Dan informasi ini melengkapi alasan beberapa remaja melakukan pernikahan dini karena alasan “kejebolan.”Tidak perlu riset tertentu, kita tentunya sudah sering melihat berita-berita remaja yang melakukan pernikahan dini karena menghamili pasangan di luar nikah, baik melalui sosial media maupun televisi sehingga mau tidak mau kedua remaja tersebut harus Married by Accident.
III. Emosi yang belum stabil
Disaat memasuki masa remaja terkadang para remaja membuat keputusan yang lebih melibatkan emosi daripada logika tanpa berpikir dampak kedepannya seperti apa. Sifat tergesa-gesa ini juga bisa menyebabkan pernikahan dini. Kebanyakan saat baru memasuki masa remaja muncul pikiran-pikiran tertarik pada lawan jenis, contohnya seperti ingin menikah sehingga bisa bermesra-mesraan dengan lawan jenis, dan menjalani kehidupan bersama, kebanyakan seluruh khayalan tersebut berkaitan dengan hubungan seksual, tentu semuanya adalah khayalan yang semu dan tidak realistis.
Remaja menginginkan hal itu secara instan tanpa memikirkan dampak maupun persiapannya, kebanyakan remaja tidak peduli terhadap sisi finansial maupun sisi psikologis, hingga akhirnya mereka tetap menjalankan pernikahan dan berujung pada beban psikologis yang berat.